TUGAS ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Kelompok 5
Anggota:
1. Ahmad Luthfi Mubarok (10315348)
2. Annisa Fauziyah (10315869)
3. Ashar Muallidiniyah (11315087)
4. Bayu Aji Pangestu (11315275)
5. Bobby Febe Utama (11315386)
6. Ludhan Wijaya (13315872)
7. Novia Nurfatika Sari (15315127)
8. Willy Putra Dellly (17315158)
FAKULTAS TEKNIK SIPIL
DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2018/2019
Penyusunan
Anggaran Perusahaan dan/atau Anggaran Proyek Pembangunan
Prinsip Penyusunan Anggaran Perusahaan
Anggaran
diartikan sebagai dana yang harus diterima maupun dikeluarkan oleh perusahaan.
Dengan kata lain, rincian anggaran bisa didapatkan dari sebuah catatan neraca
kas yang ada di perusahaan. Banyak pihak yang membutuhkan cara menyusun
anggaran perusahaan yang benar untuk proses produksinya. Hal ini dilakukan sebagai
upaya utama dalam perkembangan serta pertumbuhan perusahaan yang maju. Tahapan penyusunan anggaran
perusahaan yaitu sebagai berikut
:
A.
Penentuan Pedoman Anggaran
Anggaran keuangan yang ada di sebuah perusahaan
dapat dilakukan dengan menggunakan penyusunan anggaran selama setahun yang
biasanya dipersiapkan beberapa bulan sebelum anggaran tahun berikutnya. Dalam
penyusunan anggaran yang dilakukan oleh perusahaan biasanya banyak dikenal
manajemen puncak didalamnya. Kegiatan manajemen puncak terbagi atas dua
kegiatan diantaranya yaitu :
1.
Kegiatan penetapan rencana
besar perusahaan seperti halnya tujuan, kebaikan dan asumsi sebagai dasar
penyusunan anggaran keuangan yang ada.
2.
Kegiatan membentuk panitia
untuk menyusun anggaran keuangan yang ada di perusahaan.
B.
Persiapan Anggaran Keuangan
Perusahaan membutuhkan waktu persiapan anggaran
keuangan perusahaan yang dilakukan setelah aktivitas manajemen puncak.
Persiapan anggaran keuangan perusahaan ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga
bagian penyusun anggaran akan tetapi juga dibutuhkan kerjasama dengan tenaga
keuangan serta tenaga umum yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan
diberikan wewenang untuk melakukan penyusunan anggaran keuangan dengan menggunakan
aktifitas penyusunan anggaran berikut ini yaitu :
A.
Penyusunan anggaran penjualan
B.
Penyusunan anggaran beban
penjualan
C.
Penyusunan anggaran piutang
usaha
D.
Penyusunan anggaran produksi
E.
Penyusunan anggaran biaya
pabrik
F.
Penyusunan anggaran persediaan
di perusahaan
G.
Penyusunan anggaran piutang
usaha di perusahaaN
H.
Penyusunan anggaran laba rugi
I.
Penyusunan anggaran neraca kas
perusahaan
C.
Penentuan Anggaran Perusahaan
Tahapan penyusunan anggaran yang ketiga yauitu
berupa penentuan anggaran perusahaan. Tahapan yang ketiga ini terdiri atas 3
tahapan yaitu :
1.
Perundingan antara masing-masing karyawan untuk
menyesuaikan rencana akhir setiap komponen anggaran
2.
Melakukan koordinasi dan
penelaahan komponen anggaran perusahaan
3.
Melakukan pengesahan serta
pendistribusian anggaran secara merata
D.
Pelaksanaan Anggaran
Inilah
tahapan keempat yang dilakukan untuk menyusun anggaran di perusahaan. Dalam
tahapan ini dibutuhkan pengawasan dari kalangan manajer perusahaan pada masing-masing bagian yang melakukan
tugasnya sendiri-sendiri.
Setelah pengawasan sudah dilakukan oleh kalangan manajer selanjutnya manajer
memiliki wewenang melaporkan pada seorang direksi di perusahaan. Inilah alur
final dari penerapan anggaran di sebuah perusahaan.
Prinsip-prinsip dasar yang
harus dipenuhi dan ditaati agar suatu anggaran perusahaan dapat disusun dan
dilaksanakan dengan baik adalah dengan cara sebagai berikut :
1.
Management Involvement
Keterlibatan
manajemen dalam penyusunan rencana mempunyai makna bahwa manajemen mempunyai
komitmen yang kuat untuk mencapai segala sesuatu yang direncanakan.
2.
Organizational Adaptation
Suatu
rencana keuangan harus disusun berdasar struktur organisasi dimana ada
ketegasan garis wewenang dan tanggung jawab. Seorang manajer tidak dapat
memindahkan tanggungjawab atas suatu pekerjaan walaupun dia dapat melimpahkan
sebagian wewenangnya kepada bawahannya.
3.
Responsibility Accounting
Agar
rencana keuangan dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus didukung adanya
suatu sistem responsibility accounting yang polanya disesuaikan dngan
pertanggungjawaban organisatoris.
4.
Goal Orientation
Penetapan
tujuan yang realistis akan menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan
perusahaan dalam jangka panjang. Jadi konsep management by objective dapat
diterapkan.
5.
Full communication
Suatu
perencanaan dan pengendalian dapat berjalan secara efektif apabila antara
tingkatan manajemen mempunyai pemahaman yang sama tentang tanggung jawab dan
sasaran yang harus dicapai.
6.
Realistic Expectation
Dalam
perencanaan, manajemen harus menghindari konservatisme dan optimisme yang
berlebihan yang menjadikan sasaran tidak dapat dicapai. Jadi manajemen harus
menetapkan sasaran yang realistis artinya memungkinkan dapat dicapai
7.
Timeliness
Laporan-laporan
berupa informasi mengenai realisasi rencana harus diterima oleh manajer yang
berkompeten tepat pada waktunya agar informasi tersebut efektif dan berguna
bagi manajemen.
8.
Flexible Application
Perencanan
tidak boleh kaku tetapi harus terdapat celah untuk perubahan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang terjadi.
9.
Reward and Punishment
Manajemen
harus melakukan penilaian kinerja manajer berdasarkan perencanaan yang telah
ditetapkan. Jadi manajer yang kinerjanya di bawah atau melebihi standar harus
dapat diketahui sehingga pemberian suatu reward ataupun punishment oleh
manajemen menjadi transparan.
Anggaran Biaya Administrasi
Budget
Biaya Administrasi (Administration
Expanse Budget) adalah budget yang merencanakan secara sistematis dan lebih
terperinci tentang biaya administrasi yang ditanggung perusahaan dari waktu kewaktu
(bulan ke bulan) selama periode tertentu yang akan datang. Budget Biaya
Administrasi (Administration Expanse
Budget) adalah semua rencana biaya yang berkaitan dengan aktivitas untuk
mengatur dan mengendalikan organisasi.
Menurut
Munandar (2003, hal 187) pengertian anggaran biaya administrasi adalah Anggaran
yang merencanakan secara lebih terperinci tentang biaya yang terjadi serta
biaya lain yang sifatnya untuk keperluan secara keseluruhan, yang di dalamnya
meliputi rencana tentang jenis biaya administrasi, jumlah biaya administrasi,
dan waktu (kapan) biaya administrasi tersebut terjadi dan dibebankan, yang
masing-masing dikaitkan dengan tempat (departemen) dimana biaya administrasi
tersebut terjadi.
Hal
ini menggambarkan bahwa jika perusahaan membagi kantor administrasi menjadi
beberapa bagian, maka rencana tentang biaya administrasi dan masing-masing
bagian tersebut juga harus diperinci dan dipisahkan secara jelas termasuk dalam
beban ini adalah :
1.
Gaji
pegawai bagian adminstrasi
2.
Biaya
tulis menulis
3.
Penyusutan
atau depresi bangunan kantor
4.
Penyusutan
atau depresi inventaris kantor
5.
Biaya
telefon
6.
Biaya
listrik
7.
Gaji
pimpinan perusahaan dan staf, dan lain-lain
Biaya operasi
ini sifatnya berubah-ubah sejalan dengan kegiatan perusahaan atau biasanya
biaya operasi ini tergolong pada biaya variabel. Ada beberapa bagian yang
biasanya dipergunakan dalam kantor administrasi dan umum antara lain :
1.
Bagian
secretariat
2.
Bagian
keuangan
3.
Bagian
perlengkapan
4.
Bagian
personalia
5.
Bagian
perhubungan
Kegunaan
Budget dari Biaya Administrasi sebuah perusahaan adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai
pedoman kerja
2.
Sebagai
alat manajemen untuk menciptakan koordinasi kerja
3.
Sebagai
alat manajemen untuk melakukan evaluasi atau pengawasan kerja
4.
Sebagai
dasar menyusun budget kas.
Data dan
informasi untuk menyusun Budget Biaya Admnistrasi suatu perusahaan adalah
sebagai berikut :
1.
Rencana
penjualan
Rencana
penjualan yang dimaksud terkait dengan kuantitas jumlah barang yang akan di
jual oleh perusahaan dari masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang
akan datang.
2.
Recana
produksi
Rencana
produksi yang dimaksud terkait dengan kuantitas jumlah barang yang akan
diproduksi oleh perusahaan dari masing-masing jenis barang dari waktu-kewaktu yang
akan datang.
3.
Standar
biaya
Standar
biaya yang termasuk kelompok administrasi Biaya standar ini adalah biaya-biaya
yang termasuk dalam kelompok biaya administrasi, yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Standar biaya semacam ini sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mengendalikan
efisiensi kerja para karyawan.
4.
Sistem
pembayaran upah
Sistem
pembayaran upan yang telah ditentukan oleh perusahaan terutama upah yang
terkait dengan bagian administrasi.
5.
Metode
depresiasi
Biaya
depresiasi ini terkait dengan biaya depresiasi yang telah ditetapkan oleh
perusahaan terhadap aktiva tetap.
6.
Metode
alokasi biaya yang dipakai perusahaan
Untuk
menbagi distribusi biaya-biaya yang semula meruapakan satu kesatuan biaya
bersama (joint cost), kedalam
kelompok-kelompok biaya sesuai dengan tempat dimana biaya itu terdapat dalam
penyusunan anggaran biaya administrasi ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penyusunan anggaran biaya administrasi antara lain :
a.
Anggaran
penjualan
b.
Anggaran
unit yang diproduksikan
c.
Berbagai
standar yang telah ditetapkan perusahaan
d.
Sistem
pembayaran upah (gaji)
e.
Metode
depresiasi
f.
Metode
alokasi biaya
Dalam
mempersiapkan dan menyusun anggaran sangat tergantung pada struktur organisasi
dari masing-masing perusahaan, akan tetapi pada garis besarnya tugas mempersiapkan
dan menyusun anggaran dapt didelegasikan kepada :
1.
Bagian
administrasi, bagi perusahaan kecil.
Hal ini disebabkan karena
kegiatan-kegiatan perusahaan tidak terlalu kompleks, sederhana dengan ruang
lingkup terbatas, sehingga tugas penyusunan anggaran dapat diserahkan kepada
salah satu bagian saja dari perusahaan yang bersangkutan. Dibagian administrasi
inilah terkumpul semua data-data dan informasi yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, baik kegiatan di bidang pemasaran, kegiatan di bidang produksi,
kegiatan di bidang pembelanjaan, maupun kegiatan di bidang personalia. Dengan
bekal data dan informasi tersebut ditambah dengan data dan informasi dari luar
perusahaan (ekstern), bagian administrasi diharapkan lebih mampu menyusun
anggaran daripada bagian-bagian lain dalam perusahaan.
2.
Panitia
anggaran, bagi perusahaan yang besar.
Hal ini disebabkan karena kegiatan
perusahaan yang cukup kompleks, beraneka ragam, dengan ruang lingkup yang cukup
luas, sehingga bagian administrasi tidak mungkin dan tidak mampu lagi menyusun
anggaran sendiri tanpa partisipasi secara aktif bagian-bagian lain dalam
perusahaan. Oleh karena itu tugas menyusun anggaran perlu melibatkan semua
unsur yang mewakili semua bagian yang ada dalam perusahaan, yang duduk dalam
panitia anggaran . Tim penyusun anggaran ini biasanya diketuai oleh salah
seorang pimpinan perusahaan dengan anggota-anggota yang mewakili bagian
pemasaran, bagian produksi, bagian perbelanjaan serta bagian personalia. Sebelum
disyahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, masih dimungkinkan pula untuk
diadakannya pembahasan-pembahasan antara pimpinan tertinggi perusahaan dengan
pihak yang diserahi tugas menyusun rancangan anggaran tersebut.
Setelah
disyahkan oleh pimpinan tertinggi perusahaan, maka rancangan anggaran tersebut
telah menjadi anggaran yang defenitif, yang akan dijadikan sebagai pedoman
kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja dan sebagai alat pengawasan.
Bilamana tugas penyusunan rancangan anggaran serta anggaran yang defenitif
telah selesai, maka panitia anggaran tidak bubar, melainkan secara berkala
masih perlu mengadakan pertemuan-pertemuan konsultatif guna membahas
pelaksanaan anggaran tersebut dari waktu ke waktu, untuk meningkatkan kerja
sama dan koordinasi, serta mengadakan revisi-revisi terhadap anggaran yang
telah disusun bilamana memang dirasa perlu.
Adapun
kegunaan anggaran biaya penjualan dan anggaran biaya administrasi dan umum
secara khusus yaitu berguna sebagai dasar untuk menyusun anggaran kas. Hal ini
disebabkan karena sebagian dari biaya penjualan dan biaya administrasi dan umum
tersebut memerlukan pengeluaran kas.
1.
Penyusunan
Anggaran Biaya Administrasi
Komponen dari biaya
administrasi antara lain sebagai berikut :
1. Biaya Tetap
Untuk
biaya-biaya yang bersifat tetap seperti depresiasi, gaji karyawan maka
penentuan biaya pada periode yang akan datang di dasarkan pada periode
sebelumnya. Sesuai dengan aturan yang telah di tetukan oleh direksi/manajemen.
2.
Biaya
Variabel
Untuk biaya-biaya
yang sifatnya variabel seperti kertas dan alat tulis dan peralatan habis pakai
lainnya, maka penentuan biaya periode yang akan datang didasarkan pada tarif
biaya tersebut pada waktu yang lalu. Perbedaan dengan biaya tetap adalah
perubahan harga.
3.
Biaya
Semi Variabel
Untuk
biaya-biaya yang sifatnya semi veriabel seperti pemeliharaan gedung, maka
penentuan biaya pada periode yang akan datang di dasarkan pada analisis
terhadap biaya tersebut.
Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi
Pemerintah
Etika Pengadaan
Pemerintah
melakukan banyak usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, salah
satunya dengan melakukan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilakukan
instansi-instansi pemerintahan. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang
sedang membangun (developing country),
dimana pada saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di semua bidang.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
(Djumialdi, 1996: 1). Dalam upaya pemerintah untuk mengatur kebijakan pengadaan
barang dan jasa, maka diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah, selanjutnya disebut (Perpres No.
54 Tahun 2010) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70
Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah, selanjutnya disebut (Perpres No.
70 Tahun 2012), ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai
tata cara pengadaan barang dan jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif,
sesuai dengan tata kelola yang baik. Terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) merupakan cita-cita dan
harapan bangsa Indonesia. Salah satu bentuk penyelenggaraan e-goverment untuk mencapai good governance adalah pengadaan barang
dan jasa pemerintah secara elektronik. Hal tersebut merupakan wujud dari
perubahan yang dilakukan karena banyaknya permasalahan yang terjadi dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah secara konvensional. Pada tahun 2010
mengenai penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pemerintah diwajibkan
dilakukan secara elektronik atau e-procurement,
yaitu Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota wajib melakukan pengadaan
barang dan jasa secara elektronik (eprocurement).
Pengadaan barang dan jasa dimulai dari adanya transaksi pembelian/penjualan
barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian berkembang ke arah pembelian berjangka
waktu pembayaran, dengan membuat dokumen pertanggungjawaban (pembeli dan
penjual), dan pada akhirnya melalui proses pelelangan. Dalam prosesnya, pengadaan
barang dan jasa melibatkan beberapa pihak terkait sehingga perlu ada etika,
norma, dan prinsip pengadaan barang dan jasa untuk dapat mengatur atau yang
dijadikan dasar penetapan kebijakan pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan
barang dan jasa pada hakekatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk
mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya dengan
menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga, waktu
dan kesepakatan lainnya. Agar hakekat atau esensi pengadaan barang dan jasa
tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak
pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi pengadaan barang
dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku,
mengikuti prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang
baku (Adrian Sutedi, 2010:3).
Pesatnya
pembangunan tentunya harus diimbangi dengan peran pemerintah dalam menyediakan
berbagai bentuk berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Dalam
praktek, pihak-pihak tersebut seringkali dianggap sebagai pihak yang
bertanggungjawab apabila terjadi penyimpangan terhadap proses pengadaan barang dan
jasa. Bahkan pihak-pihak tersebut langsung diproses secara pidana, pihak-pihak
yang ternyata terbukti melanggar ketentuan dan prosedur pengadaan barang dan
jasa, maka:
1.
dikenakan
sanksi administrasi;
2.
dituntut
ganti rugi/digugat secara perdata; dan
3.
dilaporkan
untuk diproses secara pidana.
Cakupan
wilayah hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan secara langsung mengatur
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat
tiga bidang hukum yang mengaturnya, yaitu:
1.
Hukum
Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara, mengatur hubungan hokum
antara penyedia dan pengguna pada proses persiapan dengan penerbitan surat
penetapan penyedia barang dan jasa;
2.
Hukum
Perdata, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak
penandatanganan kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak; dan
3.
Hukum
Pidana, mengatur hubungan hukum antara penyedia dan pengguna sejak tahap
persiapan pengadaan samapai dengan selesainya kontrak pengadaan.
Pesatnya pembangunan tentunya harus
diimbangi dengan peran pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa untuk
keperluan pembangunan infrastruktur, oleh karena itu pengadaan barang dan jsasa
merupakan satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Penyimpangan yang terjadi
dalam Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah ada dalam setiap proses Pengadaan
Barang/Jasa, yaitu dalam proses perencanaan anggaran, perencanaan persiapan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
proses serah terima pembayaran dan dalam proses pengawasan dan
pertanggungjawaban. Penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan dalam setiap jenisnya, hal ini terlihat
dari tabel terlampir.
Etika
Pengadaan Barang/Jasa Untuk Instansi Pemerintah berdasarkan Peraturan Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Kode Etik
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
adalah sebagai berikut :
1.
Tertib
dan tanggung jawab : melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung
jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan
pengadaan barang/jasa.
2.
Bekerja
secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan
barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa
3.
Tidak
saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
terjadinya persaingan tidak sehat.
4.
Menerima
dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan tertulis para pihak.
5.
Menghindari
Conflict of Interest : menghindari
dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa
6.
Menghindari
pemborosan : mencegah dan menghindari terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa
7.
Menghindari
penyalahgunaan wewenang : menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi dengan tujuan keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara
8.
tidak
menerima, menawarkan atau menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dai dan atau siapapun yang diketahui
atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
Sanksi pelanggaran
Dasar aturan yang digunakan dalam
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah termasuk dalam ranah Hukum Administrasi
Negara yang bersifat mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan
tugas dan kewenangannya. Pengaturan mengenai sanksi dalam pengadaaan barang dan
jasa pemerintah diatur dalam Pasal 118 – Pasal 124 Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 beserta perubahannya. Bentuk-bentuk sanksi yang dapat dikenakan bagi
para pihak yang melakukan penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah
antara lain adalah:
1.
Sanksi
Administratif
Pemberian
sanksi administratif dilakukan oleh PPK/ Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan
kepada penyedia sesuai dengan ketentuan administrasi yang diberlakukan dalam
peraturan pengadaan. Bentuk-bentuk sanksi admnistrasi yang dapat dikenakan kepada
penyedia antara lain adalah :
a.
Digugurkan
penawarannya atau pembatalan pemenang atas ditemukan adanya penyimpangan upaya mempengaruhi
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah ditetapkan, melakukan persengkongkolan
dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar
prosedur, dan membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain
yang tidak benar.
b.
Pemberlakuan
denda terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana
ditetapkan. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian/kontrak.
c.
Pencairan
jaminan yang diterbitkan atas pelanggaran yang dilakukan, untuk selanjutnya
dicairkan masuk ke kas negara/daerah.
d.
Penyampaian
laporan kepada pihak yang berwenang menerbitkan perizinan, terhadap
penyimpangan yang dilakukan sehingga dianggap perlu untuk dilakukan pencabutan
izin yang dimiliki.
e.
Pemberlakuan
sanksi administrasi berupa pengenaan sanksi finansial atas ditemukan adanya
ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri.
f.
Kewajiban
untuk menyusun perencanaan ulang dengan biaya sendiri atas Konsultan Perencana
yang tidak cermat dalam menyusun perencanaan dan mengakibatkan kerugian negara.
Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian atau
kontrak. Apabila yang melakukan pelanggaran adalah PPK/Kelompok Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan yang berstatus pegawai negeri maka jika ditetapkan telah
melakukan pelanggaran maka berlaku sanksi yang diatur dalam aturan kepegawaian
yang diberikan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk menertibkan sanksi,
seperti teguran, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan dan pemberhentian
sesuai dengan peraturan kepegawaian.
2.
Pencantuman
dalam Daftar Hitam
Pemberian sanksi Pencantuman dalam Daftar Hitam kepada Penyedik
dilakukan oleh PA/KPA setelah mendapat masukan dari PPK/Kelompok Kerja
ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan. Pada tahap proses pemilihan
barang/jasa, Penyedia Barang/Jasa dapat dikenakan sanksi blacklist apabila :
a.
Terbukti
melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang
diputuskan oleh instansi yang berwenang.
b.
Mempengaruhi
ULP (Unit Layanan Pengadaan), Pejabat Pengadaan/PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung
maupun tidak langsung dalam penyusunan Dokumen Pengadaan dan/atau HPS yang
mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat.
c.
Mempengaruhi
ULP/Pejabat Pengadaan atau pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara
apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan
Kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.
Melakukan
persengkongkolan dengan Penyedia Barang/ Jasa lain utuk mengatur harga
penawaran di luar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sehingga
mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat
dan/atau merugikan orang lain.
e.
Membuat
dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk
memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen
Pengadaan.
f.
Mengundurkan
diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan/ atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat
Pengadaan.
g.
Mengundurkan
diri pada masa penawarannya masih berlaku dengan alas an yang tidak dapat
diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan.
h.
Menolak
untuk menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran di bawah 80% HPS.
i.
Memalsukan
data tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri.
j.
Mengundurkan
diri bagi pemenang dan pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat
penunjukkan Penyedia Barang/Jasa dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh
PPK.
k.
Mengundurkan
diri dari pelaksanaan penandatanganan kontrak dengan alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh PPPK.
Pada tahapan kontrak, Penyedia Barang/Jasa yang telah terikat
kontrak dikenakan sanksi blacklist apabila:
a.
Terbukti
telah melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses pelaksanaan
kontrak yang diputuskan oleh instansi yang berwenang.
b.
Menolak
menandatangani Berita Acara Serah Terima Pekerjaan.
c.
Mempengaruhi
PPK dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung untuk
memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan prosedur yang telah
ditetapkan dalam kontrak dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.
Melakukan
pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak termasuk
pertanggungjawaban keuangan.
e.
Melakukan
perbuatan lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajiban dan tidak memperbaiki
kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sehingga dilakukan
pemutusan kontrak sepihak oleh PPK.
f.
Meninggalkan
pekerjaan sebagaimana yang diatur kontrak secara tidak bertanggungjawab.
g.
Memutuskan
kontrak secara sepihak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa.
h.
Tidak
menindaklanjuti hasil rekomendasi audit pihak yang berwenang yang mengakibatkan
timbulnya kerugian keuangan negara.
3.
Gugatan
secara Perdata
Gugatan adalah pengajuan yang diajukan oleh penggugat kepada
Ketua Pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya
mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan
perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak. Gugatan mengandung sengketa atau
konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Dalam konteks
Pengadaan Barang/Jasa, para pihak yang membuat perjanjian dapat mengambil jalur
hukum secara perdata apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kontrak.
Hal ini dipahami sebagai salah satu asas dalam perjanjian, yaitu asas pacta
sunt servanda. Asas tersebut menyatakan bahwa perjanjian mengikat para pihak
yang membuatnya seperti halnya undang-undang. Hakim atau pihak lain dalam hal
ini harus menghormati substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak dan
tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang telah dibuat
oleh para pihak.
4.
Dituntut
Ganti Rugi
Pemberlakuan tuntutan ganti rugi dalam pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa dapat dikenakan berupa :
a.
Terjadi
pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
b.
Ganti
rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga
terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar berdasarkan tingkat suku bunga yang
belaku saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia, atau dapat diberikan
kompensasi sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.
Tinjauan Tentang Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun
1999
Kajian dan Manfaat
UUJK Bagi Masyarakat Konstruksi
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan
pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, kesinambungan,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan
atau bermanfaat untuk sebagai berikut :
1.
Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa
konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing
tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas
2.
Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
3.
Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa
konstruksi
Masyarakat dalam undang-undang jasa konstruksi berhak
untuk :
1.
Melakukan
pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan
jasa konstruksi,
2.
Memperoleh
penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai
akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
3.
Penyelenggaraan
peran masyarakat jasa konstruksi dilaksanakan melalui suatu forum jasa
konstruksi yang berfungsi untuk :
a.
Menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat
b.
Membahas
dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional
c.
Tumbuh
dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat
d.
Memberikan
masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan.
4.
Masyarakat
yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan baik secara perorangan atau kelompok.
Masyarakat jasa konstruksi merupakan
bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang
berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ahmad.
2017. Prinsip Dasar
dan Etika Pengadaan Barang/Jasa. http://ahmaddamopolii.info/2017/08/02/prinsip-dasar-dan-etika-pengadaan-barangjasa-pemerintah/.
Diakses pada 05 November 2018.
2.
Anonim.
2015. Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 11 Tahun 2015
Tentang Kode Etik Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Di Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. https://jdih.lipi.go.id/peraturan/2015_perka_11.pdf.
Diakses pada 04 November 2018.
3.
Anonim.
2018. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU18-1999JasaKonstruksi.pdf.
Diakses pada 04 November 2018.
4.
Heldi.
2014. Etika Pengadaan. http://heldi.net/2014/08/pasal-6-etika-pengadaan/.
Diakses pada 04 November 2018.
5.
Pane,
Musa Darwin. 2017. Aspek Hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Suatu
Tinjauan Yuridis Peraturan Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah. https://media.neliti.com/media/publications/238264-aspek-hukum-pengadaan-barang-dan-jasa-pe-ab354f29.pdf. Diakses pada 05 November 2018.