ILMU
BUDAYA DASAR
“Manusia
dan Kebudayaan”
Penulis
: Annisa Fauziyah
NPM
: 10315869
Kelas
: 1TA04
Fakultas
: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Jurusan
: Teknik Sipil
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERECANAAN
2015/2016
Kata
Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Ilmu Budaya Dasar tentang Manusia dan Kebudayaan ini dengan
tepat waktu.
Makalah ilmiah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah tentang Manusia dan Kebudayaan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Makalah ilmiah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah tentang Manusia dan Kebudayaan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Depok, 19 Maret 2016
Penyusun
Penyusun
Daftar Isi
Kata pengantar
.....................................................................................................i
Daftar isi ...............................................................................................................ii
Bab I pendahuluan .................................................................................................1
Daftar isi ...............................................................................................................ii
Bab I pendahuluan .................................................................................................1
1.1. Latar belakang masalah ................................................................................1
1.2. Rumusan masalah ..........................................................................................2
1.3. Tujuan ............................................................................................................. 2
Bab II Pembahasan……………………………………………………………...….3
2.1. Pengertian dan hakikat manusia ...................................................................3
2.2. Pengertian kebudayaan ..................................................................................6
1.2. Rumusan masalah ..........................................................................................2
1.3. Tujuan ............................................................................................................. 2
Bab II Pembahasan……………………………………………………………...….3
2.1. Pengertian dan hakikat manusia ...................................................................3
2.2. Pengertian kebudayaan ..................................................................................6
2.3. Unsur-unsur kebudayaan……………………………………………….…....7
2.4. Faktor yang mempengaruhi
diterima tidaknya unsur kebudayaa baru..…….9
2.5. Kaitan manusia dan kebudayaan……………….……………………….…..10
2.6. Kedudukan manusia dan
kebudayaan………………………………….……13
Bab III Penutup…………………..
......................................................................15
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................15
3.2. Saran .............................................................................................................15
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................15
3.2. Saran .............................................................................................................15
Daftar pustaka ……………………………………………………………………16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia dan kebudayaan
merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini.
Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan
mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya tercipta dari
kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah diatur oleh
Yang Maha Kuasa. Manusia dan kebudayaan adalah satu hal yang tidak dapat
dipisahkan karena dimana manusia itu hidup dan menetap pasti manusia akan hidup
sesuai dengan kebudayaan yang ada di daerah yang di tinggalinya. Sedangkan
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan
istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti “manusia yang
tahu”), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep
jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan
kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup. Selain itu manusia merupakan makhluk
sosial yang berinteraksi satu sama lain dan melakukan suatu kebiasaan-kebiasaan
tertentu yang pada akhirnya menjadi budaya yang biasa mereka lakukan.
Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk
kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya
dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya.
Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendudukungnya
dan kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia di dalam
kehidupannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dan hakikat dari manusia?
2. Apakah pengertian kebudayaan?
a. Unsur – unsur apa saja yang mempengaruhi kebudayaan?
b. Faktor apakah yang mempengaruhi diterimanya suatu unsur
kebudayaan baru?
3. Bagaimanakah kaitan manusia dan budaya?
4. Bagaimana kedudukan manusia dan budaya?
1.3 Tujuan
Kebudayaan dalam kehidupan manusia
memegang peranan penting dengan kebudayaan manusia merasakan adanya ketenangan
batin yang tak bisa di dapatkan dari manapun. Dengan mempelajari hubungan
manusia dan kebudayaan dapat di ketahui bahwa manusia membutuhkan kebudayaan
untuk bersosialisasi dengan mahluk yang lain. Bersosialisasi dan adaptasi
sangatlah penting bagi manusia. Kebudayaan dapat juga menjadi media penting
dalam kehidupan manusia seperti pendidikan, alat pemersatu, identitas, hiburan
dan masih banyak lagi peranan penting yang dimiliki kebudayaan. Dalam dunia
pendidikan kebudayaan adalah penunjang yang bertujuan memperkenalkan
macam-macam kebudayaan, tujuan dan fungsi kebudayaan dalam masyarakat,
dengan cara semacam ini diharapkan para generasi penerus dapat mempelajari dan
mengetahui makna kebudayaan. Dengan membahas materi tentang kebudayaan di
harapkan dapat nenambahkan wawasan pengetahuan dan kepedulian terhadap
kebudayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Hakikat Manusia
Menurut
bahasa, hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal
segala sesuatu. Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala
sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu. Dikalangan tasawuf orang mencari
hakikat diri manusia yang sebenarnya, karena itu muncul kata-kata diri mencari
sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat jasad, hati,
roh, nyawa, dan rahasia.
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah
swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan
tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini.Dikitab suci menerangkan bahwa
manusia berasal dari tanah. Jadi hakekat manusia adalah kebenaran atas diri manusia itu sendiri sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu”
(Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau
makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia
dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas,
sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Manusia adalah mahluk yang luar biasa kompleks. Kita
merupakan paduan antara mahluk material dan mahluk spiritual. Dinamika manusia
tidak tinggal diam karena manusia sebagai dinamika selalu mengaktivisasikan
dirinya.
Hakekat Manusia Menurut Pandangan Umum Ialah Sebagai
Berikut :
Pembicaraan manusia dapat ditinjau dalam berbagai perspektif, misalnya
perspektif filasafat, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi, dan
spiritualitas Islam atau tasawuf, anatar lain :
a.
Dalam perspektif filsafat.
Disimpulkan
bahwa manusia merupakan hewan yang berpikir karena memiliki nalar intelektual.
Dengan nalar intelektual itulah manusia dapat berpikir, menganalisis,
memperkirakan, meyimpulkan, membandingkan, dan sebagainya. Nalar intelektual
ini pula yang membuat manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek,
antara yang salah dan yang benar.
1.
Hakekat Manusia
Pada saat-saat tertentu dalam
perjalanan hidupnya, manusia mempertanyakan tentang asal-usul alam semesta dan
asal-usul keber-ada-an dirinya sendiri. Terdapat dua aliran pokok
filsafat yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut, yaitu Evolusionisme dan
Kreasionisme (J.D. Butler, 1968). Menurut Evolusionisme,
manusia adalah hasil puncak dari mata
rantai evolusi yang terjadi di
alam semesta. Manusia sebagaimana halnya alam
semesta ada dengan sendirinya berkembang dari alam itu
sendiri, tanpa Pencipta. Penganut aliran ini antara lain Herbert Spencer,
Charles Darwin, dan Konosuke Matsushita. Sebaliknya, Kreasionisme
menyatakan bahwa asal usul manusia sebagaimana halnya alam semesta adalah
ciptaan suatu Creative Cause atau Personality, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Penganut aliran ini antara lain Thomas Aquinas . Memang kita
dapat menerima gagasan tentang adanya proses
evolusi di alam semesta termasuk pada diri
manusia, tetapi tentunya kita menolak pandangan
yang menyatakan adanya manusia di alam semesta semata-mata sebagai hasil
evolusi dari alam itu sendiri, tanpa Pencipta.
2.
Wujud dan
Potensi Manusia.
Wujud
Manusia. menurut penganut aliran Materialisme yaitu
Julien de La Mettrie bahwa esensi manusia
semata-mata bersifat badani, esensi manusia
adalah tubuh atau fisiknya. Sebab itu, segala hal yang bersifat kejiwaan,
spiritual atau rohaniah dipandangnya hanya sebagai
resonansi dari berfungsinya badan atau
organ tubuh. Tubuhlah yang mempengaruhi jiwa. Contoh: Jika ada organ
tubuh luka muncullah rasa sakit. Pandangan hubungan
antara badan dan jiwa seperti itu
dikenal sebagai Epiphenomenalisme (J.D. Butler, 1968). Bertentangan
dengan gagasan Julien de La Metrie, menurut
Plato salah seorang penganut aliran Idealisme -bahwa
esensi manusia bersifat kejiwaan/spiritual/rohaniah.
Memang Plato tidak mengingkari adanya
aspek badan, namun menurut dia jiwa
mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada badan.
b. Dalam Perspektif Ekonomi.
Dalam
perspektif ekonomi, manusia adalah makhluk ekonomi, yang dalam kehidupannya
tidak dapat lepas dari persoalan-persoalan ekonomi. Komunikasi interpersonal
untuk memenuhi hajat-hajat ekonomi atau kebutuhan-kebutuhan hidup sangat
menghiasi kehidupan mereka.
c.
Dalam Perspektif
Sosiologi.
Manusia
adalah makhluk social yang sejak lahir hingga matinya tidak pernah lepas dari manusia
lainnya. Bahkan, pola hidup bersama yang saling membutuhkan dan saling
ketergantungan menjadi hal yang dinafikkan dalam kehidupan sehari-hari manusia.
d.
Dalam Perspektif
Antropologi.
Manusia
adalah makhluk antropologis yang mengalami perubahan dan evolusi. Ia senantiasa
mengalami perubahan dan perkembangan yang dinamis.
e.
Dalam Perspektif
Psikologi.
Manusia
adalah makhluk yang memiliki jiwa. Jiwa merupakan hal yang esensisal dari diri
manusia dan kemanusiaannya. Dengan jiwa inilah, manusia dapat berkehendak,
berpikir, dan berkemauan.
2.2 Pengertian Kebudayaan
Pengertian Kebudayaan
Menurut Para Ahli
Secara Umum, Pengertian Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan
karsa manusia dalam memenuhi kebuyuhan hidupnya yang kompleks dengan mencakup
pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setipa kecakapan, dan
kebiasaan. Menurut Koentjaraningrat yang berpendapat bahwa kebudayaan berasal
dari bahasa Sanskerta yaitu dari kata Budhayah yang merupakan bentuk
jaka dari kata budhi, yang berarti akal. Jadi, kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Selain
dari itu, ada juga yang mengupas kata budaya sebagai suatu turunan dari kata
majemuk budi jaya yang berarti daya dari akal. Sementara itu, kata culture (bahasa
Inggris) berasal dari kata Latin colere yang berarti mengolah,
mengerjakan, khususnya mengolah tanah atau bertani. Pengertian ini terus
berkembang dimana kata culture diartikan sebagai upa serta tindakan
manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam.
Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli
Pengertian kebudayaan menurut para ahli selain
dari pengertian diatas, terdapat beberapa definisi kebudayaan yang dikemukakan
oleh para ahli antara lain sebagai berikut:
Pengertian Kebudayaan
Menurut Para Ahli dalam Negeri (Indonesia)
- Koentjaraningrat: Menurut Koentjaraningrat, bahwa pengertian kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengn belajar.
- Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi: Kebudayaan berarti semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
- Ki Hajar Dewantara: Menurut Ki Hajar Dewantara, bahwa pengertian kebudayaan adalah buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertip dan damai.
- Drs. Mohammad Hatta: Menurutnya pengertian kebudayaan adalah ciptaan hidu pdari suatu bangsa.
- R. Seokmono: Pengertian kebudayaan menurut R. Soekmono adalah segala hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
- Parsudi Suparlan: Menurut Pasudi Suparlan, bahwa pengertian kebudayaan adalah sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi tingkah lakunya.
Pengertian
Kebudayaan Menurut Para Ahli Luar Negeri
- Kluckhohn dan Kelly: Pengertian kebudayaan menurut Kluckhohn dan Kelly, adalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang tersurat maupun yang tersirat, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.
- E.B. Taylor: Pengertian kebudayaan menurut E.B. Taylor bahwa arti kebudayaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
- Nostrand: Menurut Nostrand, kebudayaan adalah sebagai sikap dan kepercayaan, cara berfikir, berperilaku, dan mengingat bersama oleh anggota komunitas tersebut.
- Bounded et. Al: Menurutnya, pengertian kebudayaan adalah hal-hal yang berbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu.
- Sir Edwards B Tylor: Pengertian kebudayaan menurut Sir Edwards B. Tylor bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks dari ide da segala sesuatu yang dihasilkan mausia kesamaan pengalaman historis.
2.3 Unsur-unsur Kebudayaan
Suatu kebudayaan tidak akan pernah
ada tanpa adanya beberapa sistem yang mendukung terbentuknya suatu kebudayaan,
sistem ini kemudian disebut sebagai unsur yang membentuk sebuah budaya, mulai
dari bahasa, pengetahuan, tekhnologi dan lain lain. Semua itu adalah faktor
penting yang harus dimiliki oleh setiap kebudayaan untuk menunjukkan eksistensi
mereka.
1. Bahasa
yaitu suatu sistem perlambangan yang
secara arbitrel dibentuk atas unsur – unsur bunyi ucapan manusia yang digunakan
sebagai gagasan sarana interaksi.
2. Sistem Pengetahuan
yaitu semua hal yang diketahui
manusia dalam suatu kebudayaan mengenai lingkungan alam maupun sosialnya menurut
azas – azas susunan tertentu.
3. Organisasi Sosial
yaitu keseluruhan sistem yang
mengatur semua aspek kehidupan masyarakat dan merupakan salah satu dari unsur
kebudayaan universal.
4.
Sistem
Peralatan Hidup dan Tekhnologi
yaitu rangkaian konsep serta aktivitas
mengenai pengadaan, pemeliharaan, dan penggunaan sarana hidup manusia dalam
kebudayaannya.
5.
Sistem
Mata Pencarian Hidup
yaitu rangkaian aktivitas masyarakat
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam konteks kebudayaan.
6.
Kesenian
yaitu suatu sistem keindahan yang
didapatkan dari hasil kebudayaan serta memiliki nilai dan makna yang mendukung
eksistensi kebudayaan tersebut.
7.
Sistem
Religi
yaitu rangkaian keyakinan mengenai
alam gaib, aktivitas upacaranya serta sarana yang berfungsi melaksanakan
komunikasi manusia dengan kekuatan alam gaib.
Wujud
Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga: Gagasan, Aktivitas, dan Artefak.
1.Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya
yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika
masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka
lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2.Aktivitas
(tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
3.Artefak (karya)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DITERIMA ATAU TIDAKNYA UNSUR KEBUDAYAAN BARU
Pada
umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur
kebudayaan kebendaan seperti peralatan yang terutama sangat mudah dipakai dan
dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya. Contohnya : Handphone,
komputer, dan lain – lain.
Namun ada pula unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah misalnya :
Namun ada pula unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah misalnya :
- Unsur-unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup dan lain-lain.
- Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang paling mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat.
- Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua, dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur baru.
- Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada kelompok-kelompok individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Berbagai faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru diantaranya :
- Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
- Jika pandangan hidup dan nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilai agama.
- Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru. Misalnya sistem otoriter akan sukar menerima unsur kebudayaan baru.
- Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut.
- Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas.
2.5 KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Hubungan manusia dan kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat
erat berkaitan satu sama lain. Manusia di alam dunia inimemegang peranan yang
unik, dan dapat dipandang dari berbagai segi. Dalam ilmu sosial manusia
merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan
setiap kegiatan sering disebut homo economicus (ilmu ekonomi). Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi), Makhluk
yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yan g berbudaya dan lain
sebagainya.
Contoh hubungan manusia dan kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan
kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan
merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu
hubungan keduanya?
Dalani sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai
sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya
merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah
kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai
dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh
sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan
peraturan – peraturan kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat
oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams
patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena
kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup
dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang
membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia,
dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja,
1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan masyarakat,
oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada
kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih awal
muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya hams
menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat dilakukan
dengan lebih cermat.
Pengertian Dialektis
Dialektika disini berasal dari dialog komunikasi
sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke hadapan publik. Kemudian muncul
tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling bertentangan ini
didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini
dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis. Tesis disini
dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis yakni lawan atau
oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian dari keduanya baik tesis
dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi peniadaan dan pembatalan baik itu
tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak berlaku lagi. Dapat dikatakan pula,
kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke taraf yang lebih tinggi. Tentunya
kebenaran baik dalam tesis dan antitesis masih dipertahankan. Dalam kacamata
Hegel, proses ini disebut sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari dialektika Hegel yakni
tesis-antitesis-sintesis berangkat dari pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi
Kantian akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang
tidak terselesaikan. Kemudian Fichte dengan metode ”Teori Pengetahuan”-nya
tetap memunculkan pertentangan walaupun sudah melampaui sedikit apa yang
dijabarkan oleh Kant.
Dialektika sendiri sudah dikenal dalam pemikiran
Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia adalah sama dengan isi kesadaran.
Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan cara sebagai
berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang mengakibatkan adanya ”non-Aku”
yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis. Kemudian sintesisnya adalah
keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya: kebenaran keduanya itu
dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku” menempatkan ”non-Aku
yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang dapat dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte.
Hegel memperdalam pengertian sintesis. Di dalam sintesis baik tesis
maupun antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan Fichte),
melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan,
b) merawat, menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu
kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang
lebih tinggi, dimana keduanya (tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi
sebagai lawan yang saling mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur
positif dan negatif. Hanya saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar.
Sebaliknya, antitesis memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam
sintesislah kedua unsur yang dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi
sebuah kesatuan yang lebih tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan sebagai cara berpikir
untuk memperoleh penyatuan (sintesis) dari dua hal yang saling bertentangan
(tesis versus antitesis). Dengan term aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan
konsep ”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk penyatuannya dalam konsep
”menjadi” (sintesis). Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat konsep ”ada” dan
”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan batal atau
ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut
untuk bertemu dengan dirinya sendiri. Ide yang Absolut merupakan hasil
perkembangan. Konsep-konsep dan ide-ide bukanlah bayangan yang kaku melainkan
mengalir. Metode dialektika menjadi sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan
perlawanan. Dengan tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis setiap
ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi lawannya (antitesis).
Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih tinggi dan
menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian menjadi tesis yang
menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak yang dinamis ini
sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari gejala-gejala. Itulah Yang
Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan (antitesis) tidak
muncul setelah kita merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah ada
dalam perkara itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya.
Antitesis terdapat di dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide
yang berhubungan dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan
(aufgehoben) dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua unsur bertentangan namun
muncul serentak. Hal ini tidak dapat diterima oleh Verstandyang bekerja
berdasakan skema-skema yang ada dalam menangani hal-hal yang
khusus. Vernunft-lah yang dapat memahami hal
ini. Vernunft melihat realitas dalam totalitasnya dan sanggup membuat
sintesis dari hal-hal yang bertentangan. Identifikasi sebagai realitas total
menjadi cara kerja Vernunft yang mengikuti prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel
memiliki tiga aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, sistem dialektika ini
berbentuk tripleks atau triadik. Kedua, dialektika ini bersifat ontologis
sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah terhadap benda dan benduk dari ada
dan tidak sebatas pada konsep. Ketiga, dialektika Hegel memiliki tujuan akhir
(telos) di dalam konsep abstrak yang disebut Hegel sebagai Idea atau Idea
Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen esensial akan dialektika Hegel.
Pertama, berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri.
Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus akan kontradiksi.
Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di dalam kesatuan.
Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
3 Tahap Proses Dialektis
Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1. Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi, yaitu proses
dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang
terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian masyarakat
dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk perilaku
manusia.
3. Intemalisasi, yaitu
proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa manusia
mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan .baik,
sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
2.6 Kedudukan Manusia dan Kebudayaan
Hubungan
manusia dan kebudayaan
seperti layaknya uang logam dengan kedua sisinya, artinya antara manusia dan
kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada kebudayaan tanpa manusia,
dan manusia tidak akan pernah mencapai puncak potensinya tanpa
kebudayaan. Budaya merupakan tindakan manusia untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan masyarakat melalui proses belajar. Proses belajar
kebudayaan yang dilalui manusia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Proses internalisasi
Merupakan
suatu proses belajar yang sangat panjang, dimulai sejak manusia dilahirkan
sampai akhir kehidupannya dengan belajar menanamkan perasaan, nafsu, serta
emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya. Yang terjadi dalam proses ini adalah
individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok dan norma-norma kelompok
tersebut. Manusia mempunyai bakat yang akan mengembangkan berbagai macam
perasaan, nafsu serta emosi dalam kepribadiannya dan dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar.
2.
Proses sosialisasi
Dalam
proses sosialisasi individu dari masa kanak-kanak hingga masa tua akan belajar
tentang pola-pola tindakan dalam interaksi dengan beragam individu di
sekelilingnya. Menurut Charlotte Buehler (Suseno, 1980:12) proses sosialisasi
adalah proses yang membantu individu menjalani proses belajar dan menyesuaikan
diri untuk bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya
sehingga dapat berguna dan berperan di dalamnya. Dalam proses pendewasaan
manusia berdasarkan pengalaman sendiri akan membentuk sistem perilaku (behavior
system) yang ditentukan oleh watak. Proses sosialisasi dalam golongan
tertentu akan menunjukkan proses sosialisasi yang berbeda-beda.
3.
Proses enkulturasi
Enkulturasi
dimulai sejak kecil dalam alam fikiran seseorang dalam masyarakat, dimulai dari
lingkungan keluarga, lingkungan luar yang mana manusia belajar berbagai macam
hal. Dalam enkulturasi diserap hal-hal khusus dari kebudayaan, seperti nilai
kontrol sosial, prasangka, sikap, gaya, bahasa, yang kemudian menjadi pegangan
dalam bertingkah laku. Dalam proses ini manusia telah belajar cara-cara untuk
bergaul dengan individu lain dalam lingkungan dan telah mengembangkan tindakan
yang berbeda-beda pula.
Selanjutnya
hubungan antara manusia dan kebudayaan dapat juga dilihat dari kedudukan
manusia terhadap kebudayaan tersebut, yang terdapat 4 kedudukan yakni sebagai
berikut ( Krech, 1986):
1.
Manusia bertindak sebagai penganut kebudayaan (creature of culture).
Sebagai penganut kebudayaan, sejak kecil manusia dimotivasi untuk berperilaku
sebagaimana yang dikehendaki kebudayaannya.
2.
Individu juga sebagai pembawa kebudayaan (carrier of culture), yang
berperan lebih aktif dan positif sebagai tranmisi kebudayaan kepada generasi
berikutnya.
3.
Individu sebagai manipulator (manipulator of culture), dengan
menggunakan sikap, nilai dan pola-pola perilaku yang umum berusaha mencapai
kepentingannya.
4.
Individu bertindak sebagai pencipta kebudayaan (creator of culture) yang
merupakan motor penggerak bagi perubahan kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara sederhana
hubungan manusia dan kebudayaan adalah sebagai perilaku kebudayaan dan
kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Dalam ilmu sosiologi
manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwi tunggal yang berarti walaupun
keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan
kebudayaan setelah kebudayaan tercipta maka kebudayaan mengatur kehidupan
manusia yang sesuai dengannya
3.2 Saran
Manusia hidup karena adanya kebudayaan, sementara itu
kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala manusia mau melestarikan
kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan demikian manusia dan kebudayaan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin tidak
berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat dan
menggunakan kebudayaan, bahkan kadang kala disadari atau tidak manusia merusak
kebudayaan.
Maka dari itu, sebagai manusia yang berbudaya kita harusnya
mampu untuk terus dan tetap berbudaya sebagaimana hakikat kita sebagai manusia
DAFTAR PUSTAKA
http://evaarwina.blogspot.com/2012/01/pengertian-hakekat-manusia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar